Cari Blog Ini

Rabu, 08 Agustus 2012

PENANGANAN ANAK TUNANETRA TOTAL

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anak Tunanetra adalah anak yang berkebutuhan khusus karena mereka adalah anak yang memiliki kekurangan. Anak cacat atau berkelainan juga memiliki klasifikasi. Di Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang tunanetra atau penyandang cacat mata di golongkan atau dikelompokkan kedalam bagian A atau dalam pendidikannya di golongkan kedalam Sekolah Luar Biasa Bagian A. ini hanya di khususkan bagi penyandang cacat tunanetra saja baik itu yang total ataupun bagi yang low vision atau anak yang memiliki penglihatan yang kurang jelas.
Oleh sebab itulah, lembaga sangat diperlukan keahliannya bagi anak-anak cacat netra tersebut yaitu untuk mengajarkan keberanian dan kedisiplinan yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dan dapat menghilangkan sikap negatif masyrakat tentang ketunaan mereka serta dapat membawa mereka kepada pikiran atau sikap yang positif.
Pelayanan yang ada hendaknya dapat memberikan rasa atau rasa yang dapat menciptakan suasana sejahtera pada para tunanetra, karena mereka adalah individu yang bermasalah social sehingga dengan pelayanan yang diberikan dengan benar dan sesuai dengan apa yang mereka perlukan seperti halnya dapat memanfaatkan indera yang lainnya agar dapat di pakai dan tidak semua indera yang ada pada mereka tidak cacat dan mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik yang dapat mereka tunjukkan kepada masyarakat yang memiliki pikiran atau sikap negatif yang salah tentang tunanetra, sehingga mereka tidak hanya dianggap sebagai penyakit masyarakat saja melainkan sebagai masyarakat yang dapat berpartisipasi.
Tunanetra sering dianggap orang yang tidak dapat melihat alias buta total, hal ini tidak benar. 90% tunanetra masih memiliki sisa penglihatan yang bisa dirangsang untuk dapat digunakan meskipun hanya untuk membantu melancarkan mobilitasnya. 60% dari yang disebut tunanetra ternyata masih mampu menggunakan sisa penglihatannya untuk membaca dan menulis awas, baik ia menggunakan alat Bantu penglihatan seperti kaca mata dan alat pembesaran lainnya maupun tanpa alat Bantu penglihatan. Dengan demikian tidak semua tunanetra memerlukan tulisan Braille dalam pendidikannya. Orang awam menyangka bahwa semua tunanetra itu buta tidak melihat. Karena menyangka buta maka ia menganggap semua tunanetra tidak bisa melihat sama sekali.
2. Rumusan Masalah
1) Apakah definisi dari Tunanetra Total?
2) Apa sajakah Penanganan Anak Tunabetra Total dalam Pendapatan Informasi ?
3) Apa sajakah Penanganan Anak Tunabetra Total dalam Masalah Mobilitas?
3. Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Tunanetra Total.
2) Untuk mengetahui dan memahami Penanganan Anak Tunabetra Total dalam proses Pendapatan Informasi.
3) Untuk mengetahui dan memahami Alternatif Penanganan Anak Tunabetra Total dalam Masalah Mobilitas.
4. Manfaat
1) kita dapat mengetahui dan memahami definisi dari Tunanetra Total.
4) kita dapat mengetahui dan memahami, dan mengenali hal-hal maupun Benda-benda dalam Penanganan Anak Tunabetra Total dalam proses Pendapatan Informasi.
2) kita dapat mengetahui dan memahami jenis Penanganan Anak Tunabetra Total dalam Masalah Mobilitas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tunanetra Total
Seseorang dikatakan Tunantra Total jika mengalami hambatan visual yang sangat berat atau tidak dapat melihat sama sekali. Kadang-kadang di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind atau educationally blind untuk kategori ini. Penyandang Tunanetra total mempergunakan kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini biasanya mempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan mobilitas. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa tunanetra adalah seseorang yang karena sesuatu hal tidak dapat menggunakan matanya sebagai saluran utama dalam memperoleh informasi dari lingkungannya.
Dalam praktek sehari-hari terbukti bahwa Tunanetra relatif kurang mendapatkan pelayanan yang memadai baik mengenai koleksi-koleksi buku , format media bahan pustaka, ataupun dari segi layanan dan komunikasi untukmemenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan keperluan informasi bagi para Tunanetra secara adil.
Sering kali, untuk dapat melakukan kegiatan kehidupannya sehari-hari secara mandiri, orang tunanetra harus menggunakan teknik alternatif, yaitu teknik yang memanfaatkan indera-indera lain untuk menggantikan fungsi indera penglihatan dalam kegiatan kehidupannya sehari-hari sehingga pola kehidupan kesehariannya pun sangat berubah dan dalam banyak hal menjadi berbeda dari orang pada umumnya.
Pelayanan pengguna tunanetra adalah memberikan layanan kepada pengguna tunanetra dengan segala keterbatasan fisik di milikinya dalam mencari informasi sesuai dengan kebutuhannya sehingga informasi yang dibutuhkan dapat terpenuhi.
B. Penanganan Tunanetra Total dari Segi Pendapatan Informasi
1. Komputer Berbicara
Khoerunnisa (2010 : 4) menyatakan bahwa Komputer Berbicara adalah Komputer dengan program JAWS. Komputer yang memudahkan penyandang tunanetra mengakses informasi dari internet maupun ketika mengetik adalah computer yang memiliki aplikasi screen reader yang disebut JAWS.
Cara kerja aplikasi screen reader yaitu komputer menerangkan tampilan yang ada pada layar monitor (screen) dengan suara. Mulai dari menu program yang tersedia, sampai menginformasikan dimana letak kursor dan menerangkan tulisan apa saja yang terbaca pada screen (membaca kata perkata maupun huruf demi huruf).
Suara yang dihasilkan oleh JAWS terkesan seperti robot yang berlogat barat. Kecepatannya pun dapat diatur, dipercepat maupun diperlambat. Program JAWS dapat juga mentranslate kata dari Bahasa Indonesia ke bahasa Inggris (saduran dari kamus Hasan Sadili). Pembrailannya pun menggunakan dua program, yaitu Duxbury dan MBC MBC (Mitra Netra Braille Conventer). Duxbury merupakan program dari luar negeri, sedangkan MBC berasal dari Indonesia. Persamaan dari keduanya adalah dapat mengubah tulisan Braille ke tulisan awas maupun sebaliknya. Namun, proses ini memilki kelemahan yaitu file yang disimpan formatnya akan berubah dan simbol-simbol khusus (misal arab dan metematika) tidak dapat dikonversikan langsung.
2. Huruf Braille
Huruf Braille ditemukan oleh Louis Braille (1809-1852), seorang guru berkebamgsaan Perancis yang mengalami kebutaan pada usia 3 tahun. Braille menemukan sistem cetakan dan tulisan khusus untuk penderita tunanetra ini pada tahun 1824 saat masih menjadi siswa pada Institution Nationale des Jeunes Aveugles (National Institute for Blind Children), Paris, Perancis.
Tulisan braille berupa huruf-huruf timbul yang sederhana dan praktis dan metoda membaca dipakai diseluruh dunia. Tulisan braille yang ditulis menonjol atau timbul di atas kertas dan dibaca dengan cara meraba secara lembut dan perlahan tulisan, terdiri atas 6 titik atau lubang dan dijadikan 2 baris, masing-masing 3 titik dari atas kebawah. Jika hanya titik pertama dari baris pertama yang timbul, itu huruf a, jika titik pertama dan kedua dari baris pertama yang timbul itu huruf b. Tulisan braille terdiri dari 63 karakter, yang meliputi huruf, angka, tanda baca, tanda ulang, huruf besar .
Pada tahun 1932, tulisan braille diakui sebagai Standard English Braille oleh perwakilan dari perkumpulan penyandang cacat netra seInggris Raya dan Amerika Serikat. Untuk melengkapi dan menyempurnakan tulisan braille, pada tahun 1065 The Nemeth Code of Braille Mathematics and Scientific Notation memodifikasi tulisan braille yang mewakili bermacam-macam simbol khusus yang digunakan untuk bidang matematika dan teknik. Di samping itu juga, masih banyak tulisan braille yang dimodifikasi untuk penulisan notasi musik, tulisan cepat (stenografi) dan macam-macam bahasa di dunia. Saat ini, tulisan tangan dengan menggunakan tulisan braille sudah dimungkinkan dengan menggunakan alat yang bernama ”slate”. Yang terdiri dari 2 buah lembaran baja, yang dihubungkan dengan menggunakan sendi yang berguna untuk memasukkan selembar kertas diantaranya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tulisan penemuan Louis Braille sangat berperan penting untuk membantu para penyandang cacat netra mengatasi kendala dalam bersosialisasi dan berkomunikasi antar sesama penyandang cacat netra dan dengan masyarakat umum. Kendala ini dapat teratasi karena masalah pokok penyandang cacat netra adalah individu yang mempunyai kelainan fisik (physical handicap) yang berpengaruh terhadap fungsi sosial dan fungsi emosional, yang termanifestasi dalam bentuk gangguan kepribadian (sikap pasif dan sikap ragu) serta gangguan dalam penyesuaian diri (rendah diri, kurang berani mengenal orang lain, merasa tidak berguna). Karena tulisan braille sudah diakui sebagai standar cetakan dan tulisan bagi penyandang cacat netra, sehingga para penyandang cacat netra tidak perlu takut dan cemas untuk berkomunikasi dengan sesamanya, karena mereka mempunyai ”tilisan” sebagai akses yang bisa dipakai sebagai identitas diri, dimana hal ini nantinya akan menumbuhkan keberanian mereka untuk berkomunikasi dengan orang normal dan melakukan tugas dan fungsinya dalam masyarakat, tanpa terganggu oleh ketunaannya, sama dengan orang normal.
Jane Ware (2002 : 2) menyatakan bahwa Huruf Braille adalah kode didasarkan pada enam titik, disusun dalam dua kolom tiga titik. Ada berbagai jenis kode braille. variasi menggunakan ini dari enam titik untuk mewakili semua huruf dari alfabet, angka, tanda baca dan kelompok yang sering terjadisurat. orang buta membaca dari kiri ke kanan di halaman dengan sentuhan ringan, menggunakan satu atau kedua tangan.
Bantalan lembut jari-jari digunakan untuk merasakan titik terangkat, karena ini lebih sensitif dibandingkan dengan ujung jari. Sebagian besar pembaca braille terlihat membaca huruf braille oleh penglihatan. Jari sensitif dibutuhkan untuk membaca braille. Ukuran huruf braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 m
3. Digital Ascesible System (DAISY) Player
PlayerDigital Ascesible System (DAISY)Player. DAISY Player digunakan untuk mempermudah penyandang tunanetra untuk memperoleh informasi dari buku tertentu yang telah diubah menjadi bentuk suara. Kecepatan dan volume suara dapat diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan. Buku bicara yang digunakan untuk DAISY player ini berupa compact disk.
4. Buku bicara (Digital Talking Book)
Digital talking books adalah perangkat yang memungkinkan pembaca tidak hanya bisa menikmati suara audio yang dibacakan dari buku, namun juga memungkinkan pengguna untuk melewati beberapa teks untuk mencari topik atau pencarian kata tertentu. Buku-buku dioperasikan dengan menggunakan pemutar buku digital berbicara, dengan serangkaian tombol kontrol yang memungkinkan pembaca untuk manuver melalui teks di dalamnya. Ini membuktikan buku bicara lebih dari sekedar buku audio sederhana yang hanya memungkinkan pembaca untuk berhenti, mulai, dan mundur untuk mencari titik tertentu dalam presentasi.
Kemampuan untuk mengatur bookmark elektronik dapat sangat berguna, karena memungkinkan pembaca untuk berhenti bahkan di tengah bagian atau bab, dan mengambil di tempat yang sama di lain waktu. Pembaca juga dapat menggunakan fungsi untuk melewatkan sebuah paragraf membosankan, atau melakukan pencarian kata kunci. Buku bicara pada dasarnya memilki cara kerja yang hampir sama dengan buku bicara dalam bentuk compact disk (CD). Hanya saja pengoperasian kaset bicara harus menggunakan radio tape.
5. Printer Braille
Khoerunnisa (2010 : 4) menyatakan bahwa Printer Braille memiliki cara kerja yang mirip dengan printer dot matrix. Proses pencetakan dilakukan dengan cara pengetukan pada kertas, sehingga printer ini lebih bersuara jika dibandingkan dengan printer tinta. Printer braille terdiri dari dua tipe, yaitu COMET dan BRAILLO NORWAY (tipe 200 dan 400). Perbedaan dari dua tipe ini terletak pada hasil cetakannya. Printer COMET hanya dapat mencetak dari dua sisi (satu muka), sedangkan BRAILLO NORWAY dapat mencetak dua sisi (bolak-balik).
6. Termoform
Termoform merupakan mesin pengganda (copy) bacaan penyandang tunanetra dengan penggunakan kertas khusus, yaitu braillon.
7. Telesensory
Telesensory merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperbesar huruf awas agar terbaca oleh penderita tunanetra low vision.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan pengguna tunanetra adalah memberikan layanan kepada penyadang tunanetra dengan memberikan fasilitas buku secara manual yaitu buku braille maupun teknologi seperti komputer berbicara, buku elektronik,yang menggunakan program jaws. Dengan adanya layanan berbasis teknologi, diharapkan dapat memfasilitasi penyandang tunanetra untuk mengakses informasi.
8. Gambar-gambar Alat Bantu Tunanetra Lainnya
a. Globe timbul
bahan fiber, diameter 42 cm, dilengkapi garis lintang/bujur dan keterangan-keterangan dalam huruf braile
b. Riglet kecil
Bahan plastik, terdiri dari 4 baris 28 petak
c. Abakus
Bingkai plastik, alas karpet, tiang stainlis, terdiri atas 13 digit
d. Tongkat lipat
Bahan aluminium galfanis vernikel panjangg 110cm
e. Jam bicara bahasa inggris dan bahasa indonesia
f. Peta indonesia
Bahan relief fiber, bingkai triplek, ukuran 40x100cm
g. Bola kaki bunyi
Bahan kulit imitasi, terdapat kerincingan didalamnya
h. Busur derajat braille
Bahan fiber, diameter 20 cm, dilengkapi jarum penunjuk terdapat titik-titik setiap 5 derajat dan terdapat angka braille pada sudut-sudut istimewa
C. Penanganan Tunanetra Total dari Segi Mobilitas
Adanya ketunanetraan pada seseorang, secara otomatis ia akan mengalami keterbatasan. Keterbatasan itu adalah dalam hal:
(1) memperolah informasi dan pengalaman baru,
(2) dalam interaksi dengan lingkungan, dan
(3) dalam bergerak serta berpindah tempat (mobilitas).
Oleh karena itu, dalam perkembangannya seorang anak tunanetra mengalami hambatan atau sedikit terbelakang mobilitasnya bila dibandingkan dengan anak normal yang awas.
1. Dampak Ketunanetraan terhadap Motorik dan Mobilitas
Rogow (Hadi, 2005) mengemukakan bahwa anak tunanetra memiliki kesulitan gerak berupa:
a. Spasticity yang ditunjukkan oleh lambatnya bergerak, kesulitan, dan koordinasi gerak yang buruk;
b. Dyskinesia yaitu adanya aktivitas gerak yang tak disengaja, gerak athetoid, gerak tak terkontrol, tak beraturan, gerakan patah-patah, dan berliku-liku;
c. Ataxia yaitu koordinasi yang buruk pada keseimbangan postur tubuh, orientasi terbatas, oleh akibat kekakuan atau ketidakmampuan dalam menjaga keseimbangan;
d. Mixed Types merupakan kombinasi pola-pola gerak dyskitenik, spastic, dan ataxic;
e. Hypotonia ditunjukkan oleh kondisi lemahnya otot-otot dalam merespon stimulus dan hilangnya gerak refleks;
Jan et al. (Kingsley, 1999)) mengemukakan bahwa anak-anak yang mengalami ketunanetraan yang parah dengan sistem saraf yang sehat, yang belum pernah diberi kesempatan cukup memadai untuk belajar keterampilan motorik, sering mengalami keterlambatan dalam perkembangannya. Sering kali mereka lemah, daya koordinasinya buruk, berjalannya goyah, dan kedua belah kakinya senantiasa "bertukar tempat".
Apabila berjalan kakinya diseret dan tangannya menjulur ke depan. Best (1992) mengemukakan bahwa anak-anak tunanetra tidak dapat dengan mudah memantau mobilitasnya (gerakannya) dan oleh karenanya dapat mengalami kesulitan dalam memahami apa yang terjadi bila mereka menggerakkan atau merentangkan anggota tubuhnya, membungkukkan atau memutar tubuhnya. Karena mereka tidak dapat melihat gerakan orang lain dengan jelas, mereka tidak bisa mengamati bagaimana orang duduk, berdiri, dan berjalan serta kemudian menirukannya. Maka mereka akan memiliki lebih sedikit kerangka acuan/pola (term of reference), dan mungkin tidak akan menyadari apa artinya "duduk tegak", berjalan kaki melangkah dan tangan diayun, sehingga terjadi keserasian gerak antara kaki, tangan, dan tubuh ketika sedang berjalan.
Dampak lain ketunanetraan dapat dilihat pada postur tubuh dan gaya jalan. Akibat ketunanetraan biasanya ia berjalan dengan kaki diseret karena ingin menditeksi jalan yang berlubang, tangan menjulur ke depan karena kalau menabrak sesuatu lebih baik tangan dulu yang menabrak daripada kepala, perut ke depan agar dapat menopang tubuh secara keseluruhan. Kondisi seperti ini akan membentuk Gaya jalan dan postur tubuh yang jelek, dada dan bahu menyempit, postur tubuh bungkuk, kaki bengkok, dll. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu penanganan yang tepat dan profesional.
Oleh karena itu tanpa intervensi dan pembinaan mobilitas/gerak yang tepat, benar, dan utuh anak tunanetra tidak akan memiliki mobilitas yang baik. Secara psikologis akan menimbulkan rasa tidak percaya diri.
2. Program Pembinaan Gerakan Tubuh
a. Rileksasi
Rileksasi, santai atau tidak ada ketegangan adalah pengendoran otot-otot dalam rangka menghilangkan segala macam ketegangan. Rileksasi dapat dikondisikan dengan cara menciptakan suasana santai yang bebas dari kebisingan dan keramaian serta bebas dari segala hambatan. Rileksasi perlu dilakukan secara kontinu dengan memilih waktu dan tempat yang mendukung. Dapat diprogramkan misalnya seminggu sekali.
b. Postur Tubuh
Anak tunanetra perlu diberi pembinaan latihan postur tubuh yang baik. Perlu diinformasikan kepada tunanetra pentingnya postur tubuh yang baik bagi penampilan dan pergaulan serta interaksi sosial. Jika postur tubuh yang baik tidak diinformasikan kepada tunanetra, mungkin mereka akan beranggapan bahwa orang lain di luar dirinya kalau berjalan kepalanya miring, perut ke depan, dsb. Pembinaan ini perlu dilakukan secara kontinu dan melibatkan semua orang yang ada di lingkungan tunanetra di mana mereka berada.
c. Keseimbangan
Kehilangan penglihatan dapat berdampak kepada tidak adanya keseimbangan. Sehingga tunanetra goyah dalam berjalan, kaki seperti ada per-nya, jalannya kaku, kaki dan tangan kaku, tidak luwes, serasi dan harmonis. Oleh karena itu tunanetra perlu dilatih keseimbangan secara kontinu.
d. Gerakan Non Lokomotor
Gerakan non lokomotor adalah gerakan anggota tubuh dengan tidak berpindah tempat. Jenis-jenis gerakan yang dapat dilatihkan antara lain:
a. Gerakan persendian;
b. Gerakan berputar;
c. Mengkondisikan gerakan: lentur, bervariasi, ada tempo, keseimbangan, posisi tubuh dengan lingkungan, gerakan membuka dan menutup, ukuran gerak, bentuk gerakan dan menyadari gerakan tersebut.
e. Gerakan Lokomotor
Yaitu gerakan anggota tubuh dengan berpindah tempat. Latihan yang disarankan antara lain: rileks, bervariasi, ada tempo, arah, tempat bergerak, berjalan secara pelan-pelan, mengatur jarak gerak, dan kesadaran bergerak. Apabila semua itu dapat dilakukan maka akan terjadi irama gerak yang serasi dan luwes. Gerakan lokomotor ini perlu dilatihkan kepada tunanetra dengan terjadwal, diulang-ulang, melakukan, dan berkelanjutan.
f. Gerakan Akrobatik dan Senam
Gerakan-gerakan akrobatik dan senam perlu dilatihkan kepada tunanetra. Misalnya: menendang bola, memukul gamelan, berenang, melompat, dsb.
3. Aktifitas Pengembangan Mobilitas
Gerakan tubuh yang baik dapat diperoleh melalui pembinaan dan latihan yang terarah. Kegiatan berikut ini merupakan aktifitas pengembangan gerakan tubuh yang baik yang dapat dilakukan, antara lain:
1) Mengembangkan gerakan:
keseimbangan, koordinasi gerakan antar anggota tubuh, keluwesan gerak (fleksibilitas), dan kekuatan.
2) Pola-pola Gerak Lokomotor dasar:
a) berjalan,
b) pemindahan tumpuan berat badan dari kaki ke kaki yang lain seraya lengan diayunkan ke arah yang berlawanan;
c) berlari (lebih cepat dari berjalan) kedua kaki ada saat melayang dari tumpuan tanah;
d) melompat atau jingkrak, melompat dengan satu kaki dan jatuh pada kaki yang sama;
e) Melompat dengan kedua kaki dan jatuh pada kedua kaki;
f) langkah lompat, sama dengan berlari tetapi dengan sebuah kaki terangkat lebih tinggi dan mencapai jarak yang lebih jauh, sehingga tubuh terangkat pada setiap langkah;
g) Langkah kuda, yaitu berjalan atau berlari tetapi dengan sebuah kaki yang sama tetap di depan, kaki yang di belakang ikut melangkah, posisi tubuh terangkat tetapi kaki belakang tidak melewati kaki depan;
h) jingkrak lompat, yaitu berjingkrak dengan satu kaki, kemudian melangkah dengan kaki yang lainnya;
i) langkah kuda ke samping, yaitu sama dengan langkah kuda tetapi gerakan ke samping.
3) Membantu pemahaman kesadaran gerak.
4) Mengembangkan konsep tentang gambaran tubuh.
5) Mengembangkan persepsi kinestetis.
6) Mengembangkan ekspresi gerakan bebas dan eksplorasi terhadap berbagai gerakan yang dapat dilakukan.
7) Aktifitas yang dianjurkan lainnya:
a. Berguling:
lengan rapat di sisi kiri dan kanan tunanetra, tubuh kaku, dan bisa berguling disepanjang tikar.
b. Jalan kepiting:
posisi duduk, ke dua tangan di lantai, berat badan pada kaki dan tangan, bergerak ke depan, ke belakang, ke samping, badan jangan sampai terseret ke lantai.
c. Jalan beruang:
tangan di lantai, kepala-lengan-dan kaki kaku. Bergerak mula-mula kaki kanan dan tangan kanan, kemudian kaki kiri dan tangan kiri.
d. Jalan bebek:
jongkok, letakkan tangan pada lutut, dan berjalan sambil mengeluarkan suara bebek.
e. Matahari terbit:
posisi telentang, kemudian bangkit dan duduk dengan menggunakan tangan sebagai alat keseimbangan. Variasi gerak dilakukan dengan kedua tangan dilipat di dada.
f. Sang bangau 1:
berdiri di atas satu kaki, pegang kaki dan diangkat ke belakang tubuh, melompat beberapa langkah ke depan kemudian ke belakang. Tangan yang bebas digunakan sebagai alat keseimbangan.
g. Sang bangau 2:
berdiri di atas satu kaki, kaki lurus, angkat lengan setinggi bahu, melompat-lompat berkeliling ke kiri dan ke kanan.
h. Gerakan naik-turun:
kaki direntangkan-tangan di pinggang, secara perlahan lutut dibengkokkan dalam-dalam, punggung lurus tetap keadaan rata, kemudian berdiri.
i. Anjing laut merangkak:
tangan di lantai, bahu dilebarkan, kaki diluruskan ke belakang dan berat badan pada tangan dan ujung jari kaki.
j. Gasing:
dari posisi berdiri dan tangan rapat di sisi. Kemudian melompat ke depan, ke atas, dan meliuk sampai melihat/menghadap ke belakang, meliuk dan berputar ¾ lingkaran, kemudian berputar 360 derajat sampai kembali ke posisi semula. Gerakan dinilai berhasil jika badan jatuh tegak dengan keseimbangan yang baik dan posisi tangan dekat sisi tubuh, berputarlah ke kanan dan ke kiri.
k. Gergaji balok:
dua orang berdiri berhadapan berpegangan tangan, seorang jongkok dalam-dalam dan yang lainnya tetap berdiri, kemudian bergantian dengan diiringi irama.
l. Gilingan tebu
m. Ulat
n. Loncat kodok
o. Pompa
p. Peras kain
q. Saling tarik
r. Saling tolak belakang , Dll.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melaksanakan kegiatan:
1. Kegiatan dapat dimulai dari yang mudah ke yang lebih sulit. Kemajuan adalah dasar dari keberhasilan.
2. Memperhatikan dan mengutamakan keselamatan.
3. Setiap latihan dimulai dengan pemanasan.
4. Menumbuh kembangkan kepercayaan diri dan semangat untuk berlatih.
5. Jangan tergesa-gesa dalam melakukan kegiatan tersebut, kembangkan kontrol diri dan keseimbangan serta keserasian gerak.
6. Memerlukan layanan secara individual dalam kegiatan kelompok.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Seseorang dikatakan Tunantra Total jika mengalami hambatan visual yang sangat berat atau tidak dapat melihat sama sekali. Sering kali, untuk dapat melakukan kegiatan kehidupannya sehari-hari secara mandiri, orang tunanetra harus menggunakan teknik alternatif, yaitu teknik yang memanfaatkan indera-indera lain untuk menggantikan fungsi indera penglihatan dalam kegiatan kehidupannya sehari-hari sehingga pola kehidupan kesehariannya pun sangat berubah dan dalam banyak hal menjadi berbeda dari orang pada umumnya.
A. Penanganan Tunanetra Total dari Segi Pendapatan Informasi
Komputer Berbicara, Huruf Braille, Digital Ascesible System (DAISY) Player, Buku bicara (Digital Talking Book), Printer Braille, Termoform, dan lain-lain.
B. Penanganan Tunanetra Total dari Segi Mobilitas
Adanya ketunanetraan pada seseorang, secara otomatis ia akan mengalami keterbatasan. Keterbatasan itu adalah dalam hal:
(1) memperolah informasi dan pengalaman baru,
(2) dalam interaksi dengan lingkungan, dan
(3) dalam bergerak serta berpindah tempat (mobilitas).
Oleh karena itu, dalam perkembangannya seorang anak tunanetra mengalami hambatan atau sedikit terbelakang mobilitasnya bila dibandingkan dengan anak normal yang awas.
1. Program Pembinaan Gerakan Tubuh
Rileksasi, Postur Tubuh, Keseimbangan, Gerakan Non Lokomotor, Gerakan Lokomotor, Gerakan Akrobatik dan Senam
2. Aktifitas Pengembangan Mobilitas
Saran
Manfaat dan saran :
1. Untuk sekolah
Untuk meningkatkan keberhasilan proses pelajaran adaftip disekolah. Maka diperlukan sebagai berikut :
a. Menyediakan perlengkapan untuk pelajaran olahraga yang telah dimodifikasi.
b. Menyediakan alat dan sumber belajar yang cukup.
c. Menyelenggarakan atau mengirimkan guru dalam pelatihan secara berkala sehingga dapat meningkatkan kompetensi guru yang di harapkan.
2. Untuk guru
a. Guru mengembangkan kemampuan untuk mengikuti latihan pendidikan jasmani.
b. Guru harus kreatif mencari metode atau melakukan strategi yang afektif untuk melakukan pembaharuan dalam melayani siswa misalnya dengan memodifikasi perlengkapan olahraga yang tersedia atau memanfaatkan lingkungan.
c. Guru harus mempunyai keinginan untuk menambah wawasan sebagai upaya pendalaman materi.
3. Untuk orang tua
a. Orang tua harus mencari wawasan untuk anak tunanetra dan cara penanganannya, agar dapat melayani di rumah.
b. Orang tua harus memberi dukungan pada sekolah agar terlaksana proses pembelajaran yang di harapkan.
Daftar Pustaka
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195101211985031-IRHAM_HOSNI/KONSEP_DASAR_BIMBINGAN_JASMANI_ADAPTIF_TUNANETRA.pdf
http://gicara.com/uncategorized/digital-talking-books.html
http://pertuni.idp-europe.org/Artikel-Makalah/komputer.php
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_0705146-chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_0705146-chapter4.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28202/8/Chapter%20II.pdf
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/ishartiwi-mpd-dr/makalah-tunanetra-yakkum.pdf

1 komentar:

  1. SAYA SEDANG MENCARI HRUF BRAILLE UNTUK ADIK SAYA YANG SAKIT KENA VIRUS EBV DAN MENYERANG MATANYA (MENGAKIBATKAN BUTA) DI MANA SAYA BISA MEMBELI HURUF-HURUF BRAILLE UNTUK PEMULA BISA MENGHUBUNGI SAYA DI ALAMT E MAIL SAYA DI DIJAHWS@GMAIL.COM

    BalasHapus