Cari Blog Ini

Rabu, 08 Agustus 2012

Short time memory anak tuna grahita

Short time memory anak tuna grahita
Pada dasarnya memori jangka pendek ini untuk orang pada umumnya adalah berisi hal-hal yang kita sadari pada benak kita saat ini. Tetapi untuk anak yang mengalami ketunagrahitaan biasanya mudah lupa apa yang baru saja di kerjakannya, mudah lupa apa yang baru saja dipelajarinya. Padahal memori jangka pendek ini adalah tahap untuk menuju proses menuju ke tahap memori jangka panjang apabila diperlukan suatu saat nanti.
Long time memory
Anak yang menderita ketunagrahitaan sangat sulit mengingat hal-hal yang sudah lama terjadi, misalnya pelajaran di sekolah kemarin, ketika ditanya kembali anak tunagrahita cenderung lupa. Oleh karena itu intervensi pertama pada anak tunagrahita agar mereka untuk melatih memori jangka panjang nya adalah dengan mengulang-ulang pelajaran pada saat pertama kali diajarkan. Yang kedua, dengan cara memberi reward dan punish kepada anak tersebut agar anak tunagrahita termotivasi untuk mengingat pelajaran tersebut.
Minat dan bakat
1. Assessment sedini mungkin (ketika anak tersebut mulai tertarik pada sesuatu yang dia sukai misalnya menyanyi, melukis, otomotif, komputer, dan sebagainya)
2. ketika SMP sudah melakukan tindak lanjut terhadap bakat yang mereka miliki, guru mulai mengarahkan terhadap keterbakatan yang dimiliki
3. ketika SMA, guru sudah mendidik yang menjurus keterbakatan mereka tetapi tanpa melupakan akademis nya.
4. Ketika lulus dari sekolah dan sudah menguasai keterbakatan merekja yang khususnya di bidang mekanik, kerajinan kayu (meubel), tata boga, maka sekolah akan menyerahkan kepada HUMAS agar mereka dapat bekerja seperti orang pada umumnya.
MODEL PELAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK TUNAGRAHITA
Jumat, 03 Juli 2009
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1. Kelas Transisi.
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas tansisi sedapat mungkin berada disekolah regler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1
3. Pendidikan Terpadu.
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4. Program Sekolah di Rumah.
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5. Pendidikan Inklusif.
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusi. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusi diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) oarang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.
Panti (Griya) Rehabilitasi.
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam pati ini terbatas dala hal:
1. Pengenalan diri
2. Sensori motor dan persepsi
3. Motorik kasar dan ambulasi (pindak dari satu tempat ke tempat lain)
4. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5. Bina diri dan kemampuan sosial.
Diposkan oleh Anggie Euis Siti Sa'adah di 23:08 , 0 komentar
Label: Artikel
IMPLIKASI PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA
Pendekatan yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita adalah:
1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)
Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak funsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus).
2. Play therapy (Terapi bermain)
Terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita dengan cara bermain, misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli.
3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri
Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.
4. Life Skill (Keterampilan hidup)
Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.
5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)
Selain diberikan latihan keterampilan. Anak tunagrahita juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak tunagrahita diharapkan dapat bekerja.
Diposkan oleh Anggie Euis Siti Sa'adah di 23:07 , 0 komentar
Label: Artikel Tunagrahita
KARAKTERISTIK ANAK TUNAGRAHITA
Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown (1991) Wolery & Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p.485-486, 1996 menyatakan:
1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat.
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak denga tunagrahita berat mempunyai ketebatasab dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangatsederhana, sulit menjangkau sesuatu , dan mendongakkan kepala.
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti: berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahta ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai tunagrahita berat tidak meakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dll.
Diposkan oleh Anggie Euis Siti Sa'adah di 23:07 , 0 komentar
Label: Artikel Tunagrahita
Usaha Pencegahan anak tunagrahita
BAGAIMANAKAH USAHA PENCEGAHANNYA?
Di bawah ini adalah usaha-usaha pencegahan untuk anaktunagrahita
1. Diagnostik prenata
2. Imunisasi
3. Tes Darah
4. Pemeliharaan Kesehatan
5. Sanitasi Lingkungan
6. Penyuluhan Genetik
7. Tindakan Operasi
8. Program Keluarga Berencana
9. Intervensi Dini.
Diposkan oleh Anggie Euis Siti Sa'adah di 23:05 , 0 komentar
Label: Artikel Tunagrahita
Mengenal Anak Tunagrahita
APAKAH TUNAGRAHITA ITU?
American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20), mendefinisian Tunagrahita sebagai kelainan:
1. yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes.
2. yang muncul sebelum usia 16 tahun.
3. yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:
1. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif.
3. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
BERAPA JUMLAH PENYANDANG TUNAGRAHITA DI INDONESIA?
Dilihat dari kurva normal, anak yang mengalami tunagrahita adalah mereka yang mengalami penyimpangan 2 (dua) standar deviasi, yaitu: mereka yang ber IQ 70 ke bawah menurut skala Wechsler, sedangkan mereka yang ber IQ antara 71 – 85 termasuk runagrahita borderline (Brown) et. Al., 1996).
Pendapat lain mengatakan, bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 ke bawah. Hallahan, 1988, mengestimasikan jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3 %. Namun pada tahun 1984, Annual Report to Congress menyebutkan 1,92 % anak usia sekolah menyandang tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3 Luar Biasa (p.11, 2003), dilihat dari kelopok usia sekolah, jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang tunagrahita adalah 2 % X 48.100.548 orang = 962.011 orang.
KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Pengklasifikasian/penggolongan Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:
1. Educable
Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas 5 Sekolah dasar.
2. Trainable
Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuanya untuk mendapat pendidikan secara kademik.
3. Custodial
Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus menerus.
Sedangkan penggolongan Tunagrahita untuk Keperluan Pembelajaran menurut B3PTKSM (p. 26) sebagai berikut:
1. Taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow learner) dengan IQ 70 – 85.
2. Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50 – 75 atau 75.
3. Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 35 – 55.
4. Tunagrahita butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ dibawah 25 atau 30.
Penggolongan Tunagrahita secara Medis-Biologis menurut Roan, 1979, dalam B3PTKSM (p. 25) sebagai berikut:
1. Retardasi mental taraf perbatasan (IQ: 68 – 85).
2. Retardasi mental ringan (IQ: 52 – 67).
3. Retardasi mental sedang (IQ: 36 – 51).
4. Retardasi mental berat (IQ: 20 – 35).
5. Retardasi mental sangat berat (IQ: kurang dari 20); dan
6. Retardasi mental tak tergolongkan.
Adapun penggolongan Tunagrahita secara Sosial-Psikogis terbagi 2 (dua) kriteria yaitu: psikometrik dan perilaku adaptif.
Ada 4 (empat) taraf Tunagrahita berdasarkan kriteria psikometrik menurut skala inteligensi Wechsler (Kirk dan Gallagher, 1979, dalam B3PTKSM, p. 26), yaitu:
1. Retardasi mental ringan (mild mental retardation) dengan IQ 55 – 69.
2. Retardasi mental sedang (moderate mental retardation) dengan IQ 40 –54.
3. Retardasi mental berat (severe mental tetardation) dengan IQ: 20 – 39.
4. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation) dengan IQ 20 kebawah.
Penggolongan anak Tunagrahita menurut kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini juga mempunyai 4 (empat) taraf, yaitu:
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat.
Sedangkan secara klinis, Tunagrahita dapat digolongkan atas dasar tipe atau ciri-ciri jasmaniah secara berikut:
1. Sindroma Down/mongoloid; dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput, dan susunan geligi kurang baik.
2. Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar.
3. Microcephalus dan Makrocephalus; dengan ciri-ciri ukuran kepala tidak proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).
PENYEBAB TUNAGRAHITA
Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Genetik.
a. Kerusakan/Kelainan Biokimiawi.
b. Abnormalitas Kromosomal (chromosomal Abnormalities).
c. Anak tunagrahita yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50.
2. Pada masa sebelum kelahiran (pre-natal).
a. Infeksi Rubella (Cacar)
b. Faktor Rhesus (Rh)
3. Pada saat kelahiran (perinatal)
Retardasi mental/tunagraita yang disebabkan olek kejadian yang terjadi pada saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir rematur.
4. Pada saat setelah lahir (post-natal)
Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya: Meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi misalnya: kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan tunagrahita.
5. Faktor sosio-kultural.
Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia.
6. Gangguan Metabolisme/Nutrisi.
a. Phenylketonuria. Gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu gangguan pada enzym Phenylketonuria.
b. Gargoylisme. Gangguan metabolisme saccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak.
c. Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena defisiensi yodium.
Secara umum, Grossman(1973), dalam B3PTKSM (p. 24) menyatakan penyebab tunagrahita akibat dari:
1. infeksi dan/atau intoxikasi,
2. rudapaksa dan/atau sebab fisk lain,
3. gangguan metabolisma, pertumbuhan atau gizi (nutrisi),
4. penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal),
5. akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak diketahui,
6. akibat kelainan kromosomal,
7. gangguan waktu kehamilan (gestational disorders),
8. gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik disorders),
9. pengaruh-pengaruh lingkungan, dan
10. kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.
Diposkan oleh Anggie Euis Siti Sa'adah di 23:05 , 0 komentar
Label: Artikel Tunagrahita
Mengenal Anak Tunagrahita
PEMAHAAN YANG KELIRU TENTANG TUNAGRAHITA
No. PANDANGAN YANG SALAH (MITOS) KENYATAAN YANG ADA (FAKTA)
1. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelektual seumur hidup. Fungsi intelektual tidak statis. Khususnya bagi anak dengan perkembangan kemampuan yang ringan dan sedang, perintah atau tugas yang terus menerus dapat membuat perubahan yang besar untuk dikemudian hari.
2. Anak tunagrahita hanya dapat mempelajari hal-hal tertentu saja. Belajar dan berkembang dapat terjadi seumur hidup bagi semua orang. Jadi siapapun dapat mempelajari sesuatu, begitu juga dengan anak tunagrahita.
3. Anak tunagrahita secara fisik kelihatan berbeda dengan anak-anak lain. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari Down syndrom, memiliki kelainan fisik dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya.
4. Sebagian besar anak dengan keterbelakangan perkembangan sudah teridentifikasi pada saat bayi. Dari kebanyakan kasus banyak anak tunagrahita terdeteksi setelah masuk sekolah.
5. Tidak mungkin menggabungkan anak tunagrahita dalam satu lingkungan belajar dengan anak reguler. Siswa/siswi dengan masalah intelektual selalu belajar lebih keras dan belajar lebih baik jika mereka berintegrasi dengan siswa reguler.
6. Dari segi tahapan, pekembangan tunagrahita sangat berbeda pada tingkat pemahamannya dibanding dengan “orang normal”. Mereka berkembang pada jenjang yang sama, tetapi tak jarang lebih lambat.
7 Hasil tes tunagrahita biasanya mempunyai kemampuan paling tidak pada garis batas antara IQ rata-rata dan IQ dibawah rata-rata (borderline), dan tentu kemampuan adaptifnya juga dibawah normal. Tes IQ mungkin bisa dijadikan indikator dari kemampuan mental seseorang. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang.
8 Seseorang anak yang telah ter-diagnosa tunagrahita tingkat tertentu, tidak akan berubah selama hidupnya Tingkat fungsi mental mungkin saja dapat berubah terutama pada anak tunagrahita yang tergolong ringan.
Diposkan oleh Anggie Euis Siti Sa'adah di 23:03 , 0 komentar
Label: Artikel Tunagrahita
PERISTILAHAN DAN BATASAN-BATASAN TUNAGRAHITA
Peristilahan Tunagrahita (B3PTKSM, p. 19)
 Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation) Tuna berarti merugi sedangkan Grahita berarti pikiran.
 Retardasi Mental (Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental.
Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
1. Lemah fikiran ( feeble-minded);
2. Terbelakang mental (Mentally Retarded);
3. Bodoh atau dungu (Idiot);
4. Pandir (Imbecile);
5. Tolol (moron);
6. Oligofrenia (Oligophrenia);
7. Mampu Didik (Educable);
8. Mampu Latih (Trainable);
9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat;
10. Mental Subnormal;
11. Defisit Mental;
12. Defisit Kognitif;
13. Cacat Mental;
14. Defisiensi Mental;
15. Gangguan Intelektual

MAKALAH PSIKOLOGI TENTANG PENYULUHAN TENTANG SIAPA, MENGAPA DAN BAGAIMANA TERJADI KETUNAGRAHITAAN

MAKALAH PSIKOLOGI TENTANG PENYULUHAN TENTANG SIAPA, MENGAPA DAN BAGAIMANA TERJADI KETUNAGRAHITAAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia menjadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan. Namun seringkali kita melihat anak yang memiliki kekurangan dalam hal fungsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu, berdampak pula pada kekurangannya dalam hal prilaku adaptifnya, yang orang sebut Idiot. Dalam istilah pendidikan anak yang demikian dinamakan anak tunagrahita (anak yang mengalami hambatan perkembangan) merupakan salah satu bagian dari Anak berkebutuhan khusus. Anak luar biasa adalah anak yang memiliki penyimpangan sedemikian rupa / signifikanh dari anak pada umumnya dalam segi fisik, kecerdasan, sosial, emosi atau gabungan dari kelainan tersebut sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal diperlukan layanan pendidikan khusus.
Dewasa ini banyak masyarakat yang belum mengerti tentang siapa anak berkebutuhan khusus itu khususnya Anak Tunagrahita, apa saja faktor penyebab terjadi ketunagrahitaan, dan bagaimana karakteristik mereka.
I.2 Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengembangan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
2. Melatih mahasiswa untuk dapat mengembangkan keterampilan yang dimilikinya.
3. Melatih mahasiswa dalam pengalaman langsung atau tidak langsung dalam Memberikan informasi kepada masyarakat tentang siapa itu anak Tunagrahita, apa saja faktor penyebab terjadi ketunagrahitaan, bagaimana karakteristik mereka.
1.3 Manfaat dan Kegunaan Penulisan
Adapun Manfaat penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Masyarakat memahami jenis dan karakteristik anak Tunagrahita.
2. Bagi ibu yang sedang mengandung khususnya lebih dapat menyikapi asumsi gizi yang baik selama kehamilan dan bahaya-bahaya yang ada.
2. Mahasiswa mempunyai pengalaman langsung dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang siapa, mengapa dan bagaimana Ketunagrahitaan itu terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Anak tunagrahita.
Menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) anak tunagrahita adalah anak yang secara umum memiliki kekurangan dalam hal fumgsi intelektualnya secara nyata dan bersamaan dengan itu, berdampak pula pada kekurangannya dalam hal prilaku adaptifnya, dimana hal tersebut terjadi pada masa perkembangannya dari lahir sampai dengan usia delapan belas tahun. Pernyataan tersebut pun dapat pula diartikan bahwa anak tunagrahita adalah mereka yang memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan intelektualnya yang berada pada dua standar deviasi di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya. Keadan tersebut terjadi pada proses pertumbuhannya, cara berfikir dan kemampuannya dalam bermasyarakat sejak anak tersebut lahir dan berusia delapan belas tahun.
Moh. Amin (1995:11), menguraikan gambarkan tentang anak tunagrahita sebagai berikut :
Anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya. Lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol-simbol berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pendapat diatas sejalan dengan definisi yang ditetapkan AAMD yang dikutip oleh Grossman (Kirk & Gallagher, 1986:116), yang artinya bahwa ketunagrahitaan mengacu pada sifat intelektual umum yang secara jelas dibawah rata-rata, bersama kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung pada masa perkembangan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :
a. Anak tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya.
b. Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku.
Ketunagrahitaan tersebut berlangsung pada masa perkembangan.
2.2 Penyebab ketunagrahitaan
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah berusaha membagi faktor-faktor penyebab ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Faktor keturunan
Adanya kelainan kromosom baik autosom (mempunyai kromosom 3 ekor pada kromosom nomor 21 sehingga anak mengalami Langdon Down’s S yndrome dan pada trisomi kromosom nomor 15 anak akan menderita Patau’s Syndrome dengan cicri-ciri berkepala kecil, mata kecil, berkuping aneh, sumbing, dan kantung empedu yang besar . Adanya kegagalan meiosis sehingga menimbulkan duplikasi dan translokasi) maupun kelainan pada gonosom (gonosom yang seharusnya XY, karena kegagalan menjadi XXY atau XXXY. Ciri yang menonjol adalah nampak laki-laki dan tunagrahita. Setelah mencapai masa puber tubuhnya menjadi panjang, gayanya mirip wanita, berpayudara besar).
b. Gangguan metabolisme dan Gizi
Metabolisme dan gizi merupakan hal yang penting bagi perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Beberapa kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan kekurangan gizi diantaranya adalah sebagai berikut:
• Phenylketonuria
Salah satu akibat gangguan metabolisme asam amino juga kelainan gerakan enzym phenylalanine hydroxide. Gejala umum yang nampak adalah tunagrahita, kekurangan pigmen, microcephaly, serta kelainan tingkah laku.
• Cretinisme
Disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau segera setelah melahirkan. Berat ringan kelainan tergantung pada tingkat kekurangan thyroxin. Gejala utama yang tampak adalah adanya ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan dan awal gejalanya dengan kurangnya nafsu makan, anak menjadi sangat pendiam, jarang tersenyum dan tidur yang berlebihan.
c. Infeksi dan keracunan
Adanya infeksi dan keracunan terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada dalam kandungan ibunya yang menyebabkan anak lahir menjadi tunagrahita.
• Rubella
Penyakit ini menjangkiti ibu pada dua belas minggu pertama kehamilan. Selain tunagrahita, ketidaknormalan yang disebabkan penyakit ini adalah kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan yang sangat rendah pada waktu lahir dan lain-lain.
• Syphilis bawaan
Kondisi bayi yang terkena Syphilis adalah kesulitan pendengaran, hidungnya tampak seperti hidung kuda.
• Syndrome Gravidity Beracun
• Ketunagrahitaan yang timbul dari Syndrome Gravidity Beracun terjadi pada sebagian bayi yang lahir prematur, kerusakan janin yang disebabkan oleh zat beracun, dan berkurangnya aliran darah pada rahim dan plasenta
d. Trauma dan zat radioaktif
Trauma otak yang terjadi dikepala dapat menimbulkan pendarahan intracranial terjadinya kecacatan pada otak. Ini biasanya disebabkan karena kelahiran yang sulit sehingga memerlukan alat bantu (tang). Selain itu penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam kandungan mengakibatkan cacat mental microcephaly.
e. Masalah pada kelahiran
Adanya kelahiran yang disertai hypoxia (kejang dan nafas pendek) dipastikan bahwa bayi yang akan dilahirkan menderita kerusakan otak.
f. Faktor lingkungan
Latar belakang pendidikan orang tua sering juga dihubngkan dengan masalah-masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsang-rangsang positif dalam masa perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau hambatan dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak pribadi dangan anak, misalnya dengan tidak mengajaknya berbicara, tersenyum, bermain yang mengakibatkan timbulnya sikap tegang, dingin dan menutup diri. Kondisi demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik fisik maupun mental intelektualnya.
2.3 Karakteristik Anak Tunagrahita.
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan diatas, maka anak tunagrahita memiliki karakteristik tersendiri pada segi tingkah laku, emosi dan sosialnya, cara belajarnya dan kesehatan pada fisikya. Untuk karakteristik tersebut, setiap anak tunagrahita memiliki karakteristik yang berada sesuai dengan tingkat kekurangannya.
Secara umum karakteristik tersebut dapat digeneralkan ke dalam:
1. Segi Intelektualnya
• anak tunagrahita mampu mengetahui atau menyadari situasi, benda-benda dan orang disekitarnya, namun mereka tidak mampu memahami keberadaan dirinya. Hal tersebut disebabkan oleh faktor bahasa yang manjaadi hambatan, dikarenakan mereka pada umunya sulit untuk mengatakan atau menyampaikan kata yang sesuai dengan keadaan yang diinginkannya.
• Mereka berkesulitan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, tidak mampu membuat suatu rencana bagi dirinya, dan anak tersebut pun sulit untuk memilih alternatif pilihan yang berbeda.
• Mereka sulit sekali untuk menuliskan simbol-angka, sehingga secara umum mereka memiliki ksulitan dalam bidang membaca, menulis dan berhitung.
• Kemampuan belajar anak tunagrahita terbatas. Mereka mengalami kesulitan yang berarti dalam pengetahuan yang bersifat konsep dan dalam menempatkan dirinya dengan keadaan situasi lingkungannya.
2. Segi Tingkah Laku (Perilaku Adaptif)
• Perkembangan anak tunagrahita lamban. sulit mempelajari sikap tertentu, bahkan sulit melakukan pekerjaan yang ditugaskan walaupun tugas tersebut bagi orang normal sangat sederhana.
• Faktor kognitif merupakan hal yang sulit bagi anak tersebut, khususnya yang berkenaan dengan perhatian dengan atau konsentrasi, ingatan, berbicara dengan bahasa yang benar, dan dalam kemampuan akademiknya.
• Anak tunagrahita seringkali merasakan ketidakmampuan dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang diberikan padanya, karena seringnya melakukan kesalahan-kesalahan pada saat melakukannya.
• Mereka pada umunya kurang percaya diri dan seringkali menggantungkan bimbingan atau bantuan orang lain, atau dengan kata lain rasa kemampuan dirinya kurang. Mereka juga seringkali sulit dalam memilih lingkungan pergaulan yang baik, sehingga mudah terjerumus pada hal-hal yang bersifat negatif.
Jadi dari karakteristik diatas, dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita itu memiliki kekurangan di dalam:
• Melakukan koordinasi gerak dan sensorinya,
• Rendahnya rasa toleransi,
• Kemampuan untuk memahami konsep-konsep, hal yang bersifat akademik, dan menarik suatu kesimpulan,
• Memusakan perhatian,
• Memanfaatkan waktu luangnya,
• Memilih lingkungan pergaulan yang baik,
• Kesulitan dalam bahasa,
• yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan.
2.4 Usaha pencegahan
Beberapa alternatif upaya pencegahan timbulnya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut:
a. Diagnostik Prenatal, yaitu usaha yang dilakukan untuk memeriksa kehamilan. Dengan ini diharapkan dapat ditemukan kemungkinan adanya kelainan pada janin, baik berupa kromosom maupun kelainan enzim yang diperlukan bagi perkembangan janin.
b. Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil maupun balita. Dapat mencegah timbulnya penyakit yang mengganggu perkembangan bayi
c. Tes darah, untuk menghindari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan.
d. Program keluarga berencana
e. Penyuluhan genetik, suatu usaha mengkomunikasikan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah genetika dan masalah yang ditimbulkannya lewat media tertentu.
f. Tindakan operasi diperlukan terutama bagi kelahiran dengan resiko tinggi untuk mencegah kelainan yang ditimbulkan pada waktu kelahiran (masalah perinatal, misalnya trauma, kekurangan oksigen dan lainnya.)
BAB III
KESIMPULAN
Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas-jelas berada di bawah rata-rata, disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereka memiliki hambatan pada dua sisi, yaitu pertama pada sisi kemampuan intelektualnya yang berada di bawah anak normal. Anak tersebut memiliki kemampuan intelektualnya yang berada pada dua satnda deviasi di bawah normal jika diukur dengan tes intelegensi dibandingkan dengan anak normal lainya. Yang kedua adalah kekurangan pada sisi prilakua adaptifnya atau kesulitan dirinya untuk mampu bertingkah laku sesuai dengan situasi yang belum dikenal sebelumnya. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsang-rangsang positif dalam masa perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau hambatan dalam perkembangan anak. Beberapa alternatif yang dapat ditempuh sebagai antisipasi untuk mencegah bertambahnya populasi anak berkelainan khususnya anak Tunagrahita dengan cara Diagnostik Prenatal, Imunisasi, Tes darah, Program keluarga berencana, Penyuluhan genetik, dan Tindakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dipi, Amin. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Yundhini, Anna. (2006). Proposal Penelitian: Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita di Sekolah Dasar. Bandung: Program sarjana Univerditas Pendidikan Indonesia. Delphi. Bandi. (1996). Sebab-sebab Keterbelakangan Mental. Bandung: Mitra Grafika.

ETIOLOGI TUNGRAHITA

1. Pengertian Etiologi.
Etiologi adalah studi tentang penyebab. Misalnya, penyebab dari gangguan. Kata “etiologi” terutama digunakan dalam kedokteran sebagai ilmu yang mempelajari penyebab atau asal penyakit dan faktor-faktor yang menghasilkan atau memengaruhi suatu penyakit tertentu atau gangguan. Bila disebutkan dalam makalah kedokteran bahwa “etiologi tidak diketahui”, berarti kita tidak tahu penyebabnya. Kata etiologi berasal dari bahasa Yunani “aitia” (penyebab) + “logos” (ilmu).
2. Etiologi Tunagrahita.
1. Faktor Prenatal
Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil dapat menimbulkan gangguan pada anak yang mereka lahirkan yang disebut dengan fetal alcohol syndrome. Faktor-faktor prenatal lain yang memproduksi retardasi mental adalah ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan kimia, dan nutrisi yang buruk.
Penyakit ibu yang juga menyebabkan retardasi mental adalah sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature juga menimbulkan resiko retardasi mental dan gangguan perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan retardasi mental. Anak-anak yang terkena racun, seperti cat yang mengandung timah, juga dapat terkena retardasi mental.
2. Faktor Psikososial
Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual, penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental.
Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer. Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk meluangkan waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi (Nevid, 2002).
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial. (Durand, 2007)
3. Faktor Biologis
a. Pengaruh genetik
Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen majemuk (lebih dari satu gen) (Abuelo, 1991, dalam Durand, 2007)
Salah satu gangguan gen dominan yang disebut tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60% penderita gangguan ini memiliki retardasi mental (Vinken dan Bruyn, 1972, dalam Durand 2007).
Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Gangguan ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine yang terdapat pada banyak makanan. Asam Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosional.
b. Pengaruh kromosomal
Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang berjumlah 46 baru diketahui 50 tahun yang lalu (Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.
1. Down syndrome
Sindroma down, merupakan bentuk retardasi mental kromosomal yang paling sering dijumpai, di identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan oleh adanya sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh karenanya sering disebut dengan trisomi 21.
Anak retardasi mental yang lahir disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar 20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50. (Wade, 2000, dalam Nevid 2003). Menyatakan abnormalitas kromosom yang paling umum menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi 47.
Anak dengan sindrom down dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit. Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak dengan sindrom down. Hampir semua anak ini mengalami retardasi mental dan banyak diantara mereka mengalami masalah fisik seperti gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan pernafasan.
2. Fragile X syndrome.
Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini merupakan bentuk retardasi mental paling sering muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2003). Gen yang rusak berada pada area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi laki-laki karena mereka tidak memiliki kromosom X kedua dengan sebuah gen normal untuk mengimbangi mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini biasanya memperlihatkan retardasi mental sedang sampai berat dan memiliki angka hiperaktifitas yang tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000 laki-laki lahir dengan sindrom ini.
DAFTAR PUSTAKA
Review (http://dhiankusumaningrum.blogspot.com/2011/06/1-pengertian-penyebab-gejala-dan_16.html) 30 Maret 2012
Review(http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=etiologi%20tunagrahita&source=web&cd=50&ved=0CGYQFjAJOCg&url=http%3A%2F
%2Fimages.joeliarahma.multiply.multiplycontent.com%2Fattachment%2F0%2FTA%40vyQooC0gAAHPmfPI1%2FRETARDASI%2520MENTAL%2520REVISI.docx%3Fkey%3Djoeliarahma%3Ajournal%3A13%26nmid%3D342090990&ei=jsV1T5ejFsjYrQelsv25DQ&
usg=AFQjCNEgvRv0cZhpdFCaV1NbsdaRVK1OMw&cad=rja) 30 Maret 2012

Asas Pengajaran untuk Anak TunaGrahita

Asas Pengajaran untuk Anak TunaGrahita
Anak tuna grahita adalah yang memiliki keterbelakangan mental dari anak normal pada umumnya. Di sekitar kita banyak dijumpai anak tuna grahita atau anak terbelakang mental. Mereka biasanya menarik diri dari pergaulan karena mereka sering dihina oleh teman dan lingkungannya sebagai anak yang bodoh.
Orang tua biasanya malu memiliki anak demikian dan para guru di sekolah umum juga kurang paham tentang anak tuna grahita ini sehingga para guru memaksakan memberikan pelajaran sesuai target kurikulum yang telah ditentukan.
Sekarang para orang tua sebaiknya tidak perlu malu memiliki anak tuna grahita karena sekarang sudah ada sekolah yang menampung anak demikian yaitu sekolah luar biasa bagian C. Sebaiknya para guru bila memiliki anak didik yang terbelakang dari anak-anak normal lainnya, misalnya anak tidak bisa membaca sampai kelas III/IV atau terlambat sekali dalam berhitung dan pelajaran akademik lainnya tolong kordinasikan dengan orang tua agar mau merujuk anaknya ke sekolah luar biasa bagian C. Karena bila guru maupun orang tua memaksakan anak mengikuti pendidikan di sekolah umum maka pendidikan pada anak tidak akan berhasil, bila dipaksa anak biasanya akan menarik diri dari pergaulan yang lama kelamaan menyebabkan anak malas masuk sekolah. Untuk menghindari hal itu mengapa tidak menyekolahkan anak di sekolah luar baisa bagian C saja, karena akan sesuai dengan kemampuan anak.
Di bawah ini penulis akan menyajikan sekelumit asas pengajaran yang selama ini telah diterapkan di sekolah luar biasa bagian C yaitu:
1. Asas keperagaan
Karena anak tuna grahita sangat lambat daya tangkapnya maka penggunaan alat bantu mengajar sangat bermanfaat. Manfaat penggunaan alat peraga bagi anak tuna grahita yaitu untuk menarik minat anak untuk belajar agar anak tidak cepat bosan karena anak tuna grahita cepat sekali bosan dalam menerima pelajaran, mencegah verbalisme yaitu anak hanya tahu kata-kata tanpa mengerti maksudnya anak tuna grahita sering menirukan apa yang didengar atau dikatakan oleh temannya padahal mereka tidak tahu maksud yang dikatakan tersebut, dengan alat peraga pengalaman anak akan diberikan secara baik yaitu dari yang paling kongkret menuju ke hal yang kongkret akhirnya ke hal-hal yang abstrak, anak akan mendapat pengertian yang mendalam. Untuk anak tuna grahita penggunaan alat peraga ini lebih banyak karena berguna membantu proses berpikir anak, meskipun pengertian materi-materi tersebut sangat sederhana.
2. Asas Kehidupan Kongkret
Di dalam penerapan asas ini anak diperlihatkan dengan benda atau dengan situasi yang sesungguhnya, kemudian dijelaskan pula penggunaan atau kenyataan yang sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu contoh anak diajak ke pasar, dikenalkan alat-alat atau kebutuhan makanan sehari-hari. Misal: panci, sendok, piring, garpu dan lain-lain beserta penggunaan atau bahan makan misal beras, sayuran, gula, dan sebagainya. Atau contoh lain anak dikenalkan alat-alat yang dipergunakan untuk membersihkan gigi, dijelaskan bagaimana cara menggunakan sekaligus diberi pengertian dengan menggosok gigi secara rutin dapat terjaga kesehatan giginya.
3. Asam Sosialisasi
Bersosialisasi penting sekali bagi anak tuna grahita. anak tuna grahita harus belajar mewujudkan dirinya sendiri dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya pribadi yang ada persamaan dan perbedaan dengan pribadi yang lain. Dengan penerapan asas ini diharapkan anak terbelakang dapat menemukan tempat tertentu dalam masyarakat yang sesuai dengan kemampuannya dan dapat mengembangkan tingkah laku yang sesuai serta dapat diterima dalam masyarakat.
4. Asas Skala Perkembangan Mental
Mengingat bahwa anak tuna grahita mempunyai keterbelakangan dalam kemampuan berpikir, akibatnya ada anak yang mempunyai umur kalender lebih banyak, sedang umur mentalnya dibawah umur kalendernya. Oleh sebab itu dalam pengajaran diterapkan asas skala perkembangan mental. Asas ini berhubungan dengan penempatan anak di dalam kelas-kelas. Pengajaran akan berhasil apabila di dalam suatu kelas perkembangan mental anak sama atau hampir sama, sehingga memudahkan dalam memberikan materi pelajaran. Meskipun demikian dalam menyampaikan pelajaran guru harus menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak.
5. Asas Individual
Maksud asas individual yaitu pemberian bantuan atau bimbingan kepada seseorang sesuai dengan kemampuannya agar dapat belajar dengan baik. Asas ini penting sekali bagi anak tuna grahita dikarenakan kemampuannya yang terbatas sehingga menghambat perkembangan kepribadian.
Oleh karena itulah perlu pengajaran individual. Karena selain kemampuan yang terbatas, anak tuna grahita cenderung terganggu emosinya/ emosi tidak stabil dimana hal ini merupakan penghambat, maka perlu pengajaran individual guna mencari sebab dan cara mengurangi gangguan tersebut.
Demikianlah asas pengajaran yang diterapkan di sekolah luar biasa bagian C. Apakah orangtua yang memiliki anak tuna grahita masih ragu atau malu untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah luar biasa bagian C. Kalau masih ragu atau malu tolong hilangkan keraguan dan rasa malu itu karena itu akan merugikan anak yang kita cintai dan hal itu akan menghambat perkembangan potensi yang dimiliki anak.

TERAPI AUTIS

AutismeIntegrasi Sensori
Sabtu, 11 Oktober 2008 20:07 administrator
Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah.
Disfungsi dari integrasi sensoris atau disebut juga disintegrasi sensoris berarti ketidak mampuan untuk mengolah rangsang sensoris yang diterima.
Gejala adanya disintegrasi sensoris bisa tampak dari : pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan motorik kasar. Adanya gangguan dalam ketrampilan persepsi , kognitif, psikososial, dan mengolah rangsang.
Namun semua gejala ini ada juga pada anak dengan diagnosa yang berbeda, misalnya anak dengan ASD. Diagnosa disintegrasi sensoris tidak boleh ditegakkan kalau ada tanda-tanda gangguan pada Susunan Saraf pusat.
Terapi integrasi sensoris :
Aktivitas fisik yang terarah, bisa menimbulkan respons yang adaptif yang makin kompleks. Dengan demikian efisiensi otak makin meningkat.
Terapi integrasi sensoris meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga ia lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya.
Aktivitas integrasi sensoris merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks , dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.
Pemutakhiran Terakhir ( Sabtu, 11 Oktober 2008 20:10 )
10 Jenis Terapi Autisme
Sabtu, 03 Januari 2009 10:29 administrator
Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.
Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

MAKALAH KESEHATAN TENTANG AUTIS

MAKALAH KESEHATAN TENTANG AUTIS
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian Autisme
Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Instilah autisme diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau.
Dahulu dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup, tetapi kini ternyata autisme masa kanak-kanak ini dapat dikoreksi. Tatalaksana koreksi harus dilakukan pada usia sedini mungkin, sebaiknya jangan melebihi usia 5 tahun karena diatas usia ini perkembangan otak anak akan sangan melambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap paling cepat. Menurut Mudjito, autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan berinteraksi sosial serta mengalami gangguan sensoris, pola bermain dan emosi. Dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat seseorang tidka mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
2.2 Faktor Penyebab Autisme
Sampai saat ini para ahli belum menentukan penyebab pasti mengapa seorang anak menjadi autisme. Beberapa ahli berpendapat autisme merupakan sindroma yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti:
a. Faktor genetik
diduga karena adanya kromosom (ditemukan 5-20% penyandang autisme) seperti kelainan kromosom yang disebut syndrome fragile-x/
b. Kelainan otak
adanya kerusakan atau berkurangnya jumlah sel syaraf yang disebut sel purkinye.
c. Kelainan Neurotransmitter
terjadi karena impuls listrik antar sel terganggu alirannya. Neurotransmitter yang diduga tersebut adalah serotine (kadarnya tinggi dalam darah ± 30% penyandang autisme) dan dopamine (diduga rendah kadar darahnya pada penyandang autisme)
d. Kelainan Peptida di otak
dalam keadaan normal, glutein (protein gandum) dan kasein (protein susu) dipecah dalam usus menjadi peptida dan asam amino. Sebagian kecil peptida tersebut diserap di usu dan kemudian beredar dalam darah. Bila berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dan sebagian lainnya akan disaring kembali saat melewati batang otak sehingga yang masuk kedalam otak hanya sedikit (khususnya gliadorphin, turunan peptida glutein dan casomordophin turunan pepsida kasein).
e. Komplikasi saat hamil dan persalinan
komplikasi yang terjadi seperti pendarahan pada trimester pertama yaitu janin yang disertai terispnya cairan ketuban yang ebrcampur feses dan obat-obatan yang diminum ibu selama masa kehamilan.
f. Kekebalan tubuh.
Terjadi karena kemungkinan adanya interaksi gangguan kekebalan tubuh (autoimun) dengan faktor lingkungan yang menyebabkan autisme.
g. keracunan
keracunan yang banyak dicurigai adalah karena keracunan logam berat timah hitam (Plumbun), arsen, antimony, cadmium, dan merkuri yang berasal dari polusi udara, air ataupun makanan.
2.3 Gejala-gejala Autisme
Menurut DSM-IV (diagnostic and Statistical Manual) 1994, dari grup Psikiatri Amerika menetapkan kriteria untuk autisme masa kanak-kanak adalah sebagai berikut:
A. harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3) dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan (3).
(1) gangguan kualitatif dalam interaski sosial yang timbal balik, minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala dibawah ini :
a. tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai :
• kontak mata sangat kurang
• ekspresi muka kurang hidup
• gerak-gerik yang kurang tertuju
b. tak bisa bermain dengan teman sebaya
c. tak dapat merasakan apa yang dirasakan oranglain.
d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, seperti ditunjukan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini:
a. bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.
(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada 1 dari gejala dibawah ini:
a. mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
b. Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya.
c. Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang :
a. interaksi sosial,
b. bicara dan berbahasa,
c. cara bermain yang kurang variatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif masa kanak-kanak
Menurut ICD-10 1993 (International Classification of Diseases) dari WHO (World Health Organization), indikator perilaku autistik pada anak-anak adalah sebagai berikut :
1. Bahasa / komunikasi
• Ekspresi wajah datar
• Tidak menggunakan bahasa / isyarat tubuh.
• Jarang memulai komunikasi
• Tidak meniru aksi atau suara.
• Bicara sedikit atau tidak ada, atau mungkin cukup verbal.
• Mengulangi atau membeo kata-kata, kalimat-kalimat atau nyanyian
• Intonasi / ritme vokal yang naeh
• Tampak tidak mengerti arti kata
• Mengerti dan menggunakan kata secara terbatas / harfiah (literally, letterlyk)
2. Hubungan dengan orang lain
• Tak responsive
• Tak ada senyum sosial
• Tidak berkomunikasi dengan mata
• Kontak mata terbatas
• Tampak asyik bila dibiarkan sendiri
• Tidak melakukan permainan giliran
• Menggunakan tangan orang sewasa sebagai alat
3. hubungan dengan lingkungan
• bermain repetitive (diulang-ulang)
• marah atau tak menghendaki perubahan-perubahan
• berkembangnya rutinitas yang kaku (rigid)
• memperlihatkan ketertarikan yang snagat dan tak fleksibel
4. Respon terhadap rangsang indera / sensoris.
• Kadang seperti tuli
• Panik terhadap suara-suara tertentu
• Sangat sensitif terhadap suara.
• Bermain-main dengan cahaya atau pantulan.
• Memainkan jari-jari didepan mata.
• Menarik diri ketika disentuh
• Sangat tidak suka terhadap pakaian dan makanan,dll. Tertentu.
• Tertarik pada pola / tekstur / bau tertentu.
• Sangat inaktif atau hiperaktif.
• Mungkin memutar-mutar, berputar-putar, membentur-bentur kepala, menggigit pergelangan.
• Melompat-lompat atau mengepak-ngepakan tangan.
• Tahan atau berespon aneh terhadap nyeri.
5. kesenjangan perkembangan perilaku
• Kemampuan mungkin sangat baik atau sangat terlambat
• Mempelajari keterampilan di luar urutan normal, misalnya : membaca tetapi tak mengerti arti.
• Menggambar secara rinci, tapi tidak dapat mengancing baju.
• Pintar mengerjakan puzzle, peg, dll tetapi amat sukar mengikuti perintah
• Berjalan pada usia normal tetapi tidak berkomunikasi
• Lancar membeo bicara, tapi sulit berbicara dari diri sendiri (inisiatif komunikasi)
• Suatu waktu dapat melakukan sesuatu, tetapi tidak dilain waktu.
1.4 Identitas Kasus
Nama : Fajar Ramudi
Jenis Kelamn : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Majalengka, 1 Juli 1998
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status di Keluarga : Anak Kandung
Alamat : Desa Waringin – Majalengka
Jenis Kelainan : Autis Ringan
Identitas Orang Tua
Nama Ayah :Sohim
Tempat / Tgl Lahir : Majalengka, 14 Januari 1968
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Dagang
Alamat : Desa Waringin – Majalengka
Nama Ibu : Een Nuraeni
Tempat / Tgl Lahir : Majalengka, 4 Agustus 1965
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SLA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Waringin – Majalengka
1.5 Assesmen ( Kemampuan yang ada pada saat ini)
a. Bicara dan Bahasa : Bicaranya lancar, akan tetapi dia tidak mengerti dan memaknai apa yang dia katakan
b. Konsentrasi dan perhatian mudah beralih pada objek yang lain
c. Lancar membeo bicara, tapi sulit berbicara dari diri sendiri (inisiatif komunikasi)
d. Ritualitas pada satu benda yaitu koran
e. Sering tantrum ( mengamuk ) apabila keinginannya tidak segera di turuti
f. Cenderung menarik diri dari teman sebayanya, ingin selalu di temani ayahnya
BAB II
PERMASALAHAN
Fajar seorang anak yang dilahirkan sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara mengalami kelainan autis. Karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya informasi dari keluarga fajar bahwa didekat lingkungan rumahnya ada Sekolah Luar Biasa (SLB) sehingga kondisi autis fajar baru bisa terdeteksi setelah fajar masuk keSLB dalam 1 tahun terakhir ini ketika usia fajar 9 tahun.
Adapun permasalahan yang dialami fajar adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan dalam hal kognitif (berfikir anak)
ketika disekitar fajar terdapat koran atau bentuk bacaan lainnya misalnya acara televisi maka dengan cepatnya dia membaca semua tulisan yang ada didalamnya. Terutama sangat menggemari berita acara atau jadwal televisi yang tercantum dikoran. Akan tetapi apabila diarahkan atau diberi hal yang lain maka dia akan menolaknya. Nada suara yang datar tanapa disertai jeda dalam berbicara. Andaikan ia memperhatikan suatu benda, misalnya sebuah mobil-mobilan ia hanya memeprhatikan satu bagian saja, dan tidak bisa memainkan mainan itu sebagaimana anak-anak lainnya. Diduga fajar tergolong anak autisme yang memiliki intelegensi tinggi karena kemampuan dia yang bisa dalam membaca kata bahkan kalimat demi kalimat.
b. Bahasa dan komunikasi
Kecenderungan membeo (mengulang kata-kata) lebih besar. Ketika ada penjual eskrim lewat didepannya maka dia langsung membeo kata ”eskrim” berulangkali, karena ketidaktahuan orangtua seringkali apa yang anak ucapkan berulangkali itu segera dipenuhi orangtuanya. Padahal ini tidak boleh dibiarkan, karena akan mengakibatkan tingkat kelainan autisnya makin berat dalam arti hiperaktifnya tinggi, perhatiannya mudah beralih.
c. Mudah meniru suatu kegiatan. Misalnya ketika gurunya menulis dipapan tulis kata ”kursi”, dia menyalinnya dengan baik walaupun hurufnya besar semua ”KURSI”.
d. Permasalahan dalam hal Konsentrasi dan atensi
Fajar cenderung asyik sendiri dengan koran, tidak sadar akan lingkungannya.
e. Permasalahan dalam sosialisasi
Fajar tidak bisa bermain dengan teman sebya, ia cenderung menarik diri dari teman-temannya. Ekspresi muka yang kurang hidup disertai kontak mata yang sangat kurang.
BAB III
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
Pada penanganan anak autistic terapi sangatlah diperlukan untuk mengoptimalkan perkembangannya. Namun perlu diingat bahwa terapi harus dimulai sedini mungkin sebelum usia 5 (lima) tahun. Hal ini dikarenakan perkembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada usia sebelum 5 (lima) tahun, puncaknya terjadi pada usia 2-3 tahun. Sebelum kita menangani anak autisme terlebih dahulu harus memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut :
1. Mengamati perilaku anak secara mendalam
2. Mengetahui riwayat perkembangannya
3. Pemeriksaan medis (kerja sama dengan dokter, psikolog)
4. Melakukan terapi wicara dan perilaku
Salah satu Upaya dalam memecahkan permasalahan yang dialami oleh fajar adalah sebagai berikut :
MEMBACA KORAN PELANGI
Dengan mengajak fajar untuk membaca koran. Hal ini karena minat fajar yang terbatas pada bacaan. Tentunya kita sedikit memberikan hal yang berbeda dengan bacaan yang tercantum dalam koran itu, ada sedikit bacaan yang kita tempeli dengan bentuk bulat berwarna variasi dari mulai merah, biru, kuning dan sebagainya. Hal ini untuk mengajarkan anak konsep warna. Selain itu bisa kita tambahkan bentuk binatang atau hal yang lainnya agar fajar tidak hanya membaca kata saja tapi memahami konsep warna yang ada.
Contohnya:
Merah Biru
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setiap individu sudah pasti memiliki masalah dalam kehidupannya, namun masalah setiap individu tentu saja berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk mampu memahami masalah yang dihadapi oleh anak tidaklah mudah, memerlukan kecermatan dalam mengumpulkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya, ketelitian dalam menganalisis data/informasi sehingga tepat dalam menentukan kategori masalah. Permasalahan yang dialami fajar dengan kelainan autis yang dialaminya tentu memerlukan perhatian yang khusus dan memerlukan metode yang bervariasi dalam upaya penanganannya. Sehingga dapat meminimalisir tingkat autis yang dialaminya.
4.2 Rekomendasi
Dari kesimpulan yang telah dipaparkan, maka ada beberapa rekomendasi yang tujukan kepada :
1. guru
Dasar semua pendidikan adalah kasih sayang yang murni tanpa pamrih (Seperti kasih seorang ibu kepada anaknya dan tidak memanjakan anak). Guru harus memiliki rasa empati dan respek kepada anak. Jangan sekali-kali memandang anak sebagai suatu benda/hewan ataupun sebagai anak bodoh, sekalipun diantara anak-anak ini ada juga yang memiliki intelegensi dibawah normal
2. orangtua
Diharapkan agar mendukung program yang ada di sekolah dengan melatih anak dirumah apa yang telah dilatih dan dipelajari di SLB. Karena bila hanya di Sekolah saja yang berusaha membelajarkan anak maka anak akan mengalami hambatan untuk maju dan berkembang. Selain itu orang tua anak autistic harus menangani anak mulai anak bangun pagi sampai anak tidur Lagi, karena anak-anak ini tidak boleh dibiarkan sendiri dan harus selalu ditemani secara interaktif, hanya dengan demikian kita dapat mengisi kekurangan perilakunya dan menghilangkan perilaku buruknya, serta menjadikannya “Normal” kembali.

IDENTIFIKASI ASESMEN DAN PEMBELAJARAN ANAK AUTIS DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

Nama : M. Firmansyah
NIM : A1F111208
Prodi : Pendidikan Luar Biasa
IDENTIFIKASI ASESMEN DAN PEMBELAJARAN ANAK AUTIS DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF
Indetifikasi Anak Autis
Istilah indentifkasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai penyaringan. Identifikasi anak dimaksudkan sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru, mauun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, social, emosional/tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi social, kognisi, dan aktifitas imajinasi, gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Sedangkan pada autisme infatil gejalanya mulai lahir.
Salah satu cara untuk mengidentifikasi anak autisme adalah dengan melihat gejala yang muncul, sesuai dengan kriteria DSM IV (diagnosical Manual, 1994):
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik
a. Tidak mampu menjalani interaksi social yang cukup memadai
b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
c. Tidak empati
d. Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional yang timbal balik
2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi
a. Perkembangan terhambat atau sama sekali tidak berkembang
b. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
c. Sering menggunakan bahasa aneh yang diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru
3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan
a. Mempertahankan suatu minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan
b. Terpaku pada suatu kegiatan dan rutinitas yang tidak ada gunanya
c. Ada gerakan-gerakan aneh yang yang tidak ada gunanya
d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda Ada 15 butir menentukan berat ringannya anak autisme dengan cara CARS (the Childhood Autisme Reating Scale) :
1. Relasi 6. Adaptasi 11. Komunikasi verbal
2. Imitasi 7. Respon visual 12. Komunikasi non verbal
3. Respon 8. Respon audiotori 13. Derajat aktifitas
4. Penggunaan tubuh 9. Respon penciuman 14. Derajat & konsentrasi
5. Objek 10. Ketakutan & kegelisahan 15. Kesan umum
Asesmen Anak Autis
a. Pengertian
Asesmen merupakan suatu kegiatan untuk melakukan pengamatan, analisis tugas, pemberian tes untuk menafsirkan, mendeskripsikan tentang karakteristik seseorang, guna pengambilan keputusan tentang pelayanan bagi individu yang bersangkutan. Asesmen ini dimaksudkan untuk memahami keunggulan dan hambatan belajar siswa dan diharapkan program yang disusun benar-benar sesuai dengan kebutuhan belajarnya.
b. Manfaat Asesmen
• Untuk mengetahui mengenai identitas anak autisme secara lengkap dan terinci
• Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan anak autisme
• Pedoman untuk mengklasifikasikan dan menyusus program-program kegiatan anak autisme
• Pedoman untuk penyusunan program dan strategi pembelajaran
Masalah-masalah anak autis :
1. Perilaku
- Prilakunya sangat tidak wajar dan cenderung mengalihkan perhatian
- Cenderung “peka secara berlebihan” (suara, sentuhan, irama) terhadap stimulus lingkungan juga kerap membuat anak berprilaku kurang menyebnangkan
2. Pemahaman
- Anak autis lebih merespon terhadap stimulus visual, sehingga interaksi dan uraian verbal (apalagi yang panjang dalam bahasa yang rumit) akan sulit mereka pahami.
3. Komunikasi
- Anak autis sulit berekpresi diri
- Sebagian besar dari mereka, meskipun dapat berbicara namun menggunakan kalimat pendek dan kosakata yang sederhana
4. Interaksi
• Permasalahan pada perkembangan sosialnya
• Sulit berkomunikasi
• Tidak mampu memahami aturan-aturan dalam pergaulan, sehingga biasanya anak autis tidak memiliki banyak teman
1. Pembelajaran Anak Autis
a. Prinsip Pembelajaran Bagi Anak Autis
1. Prinsip Kekonkritan
- Saat belajar guru mungkin dapan mengguanakn benda-benda konkrit sebagai alat bantu atau media dan sumber pencapaian tujuan pembelajaran
2. Prinsip Belajar Sambil Melakuakn
- Proses pembelajaran tidak harus selamanya bersifat informatif, tetapi bisa juga peserta didik diajak kedalam situasi nyata sesuai dengan tuntutan tujuan yang ingin dicapai dan karakter bahan yang diajarkan sehingga materi yang disampaikan dapat mengasah empati pada diri anak autis.
3. Prinsip Ketrarahan Wajan dan Suara
- Siswa autis mengalami hambatan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi, sehingga kesulitan dalam memahami setiap materi yang diajarkan oadanya
- Guru diharapkan mampu memberikan pemahaman secara jelas, baik dalam gerak maupun suara
- Guru hendaknya menggunakan lafal/ejaan yang jelas dan tegas, serta menghadap ke peserta didik serta mudah dimengerti.
4. Prinsip Kasih Sayang
- Anak autis memiliki hambatan atau kesulitan pada konsentrasi sehingga berdampak negatif pada kognitifnya, dalam hal ini anak autis membutuhkan kasih sayang yang tulus dari guru
- Guru hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, tegas, jelas, memahami kondisi siswa dan menunjukkan sikap sabar, rela berkorban, memberi contoh perilaku yang baik, ramah. Sehingga tumbuh ketertarikan siswa, dan akhirnya mereka memiliki semangat untuk belajar.
5. Prinsip Kebebasan yang Terarah
- Siswa autis memiliki sikap yang tidak mau dikekang dan semaunya sendiri
- Guru hendaknya mampu mengarahkan dan menyalurkan segala perilaku anak ke arah positif dan berguna, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk otang lain.
6. Prinsip Penggunaan Waktu Luang
- Siswa autis tidak bisa diam. Selalu ada saja yang ia kerjakan sehingga lupa waktu tidur, istirahan dan lain sebagainya
- Guru hendaknya membimbing siswa dengan mengisi waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
7. Prinsip Minat dan Kemampuan
- Guru harus mempu menggali minat dan kemampuan siswa dalam pelajraan, untuk dijadiakan acuan dalam memberi tugas-tugas tertentu
- Dengan memberi tugas yang sesuai, mereka akan merasa senang , dan lama-kelamaan mereka akan terbiasa belajar.
8. Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku
- Anak autis memiliki ketidaksinambungan emosi, sehingga berprilaku semaunya sendiri, dan tidak terkontrol dalam pergaulan hidup bermasayarakat
- Guru harus berusaha mengidentifikasi problem emosi anak, kemudian berupaya menghilangkannya untuk menumbuhakan sifat empati pada lingkungan.
9. Prinsip Disiplin
- Anak autis biasanya memenuhi keinginannya tanpa memperhatikan situasi dan kondisi di lingkungannya.
- Guru perlu membiasakan siswa untuk hidup teratur dengan selalu diberikan keteladanan dan pembinaan dengan sabar.
b. Proses Pembelajaran Anak Autis dalam Setting Pendidikan Inklusif
Kiat dalam mengajar atau menempatkan anak autis di program inklusi :
1. Anak autis baru ikut dalam kegiatan belajar di kelas reguler setelah berhasil mengikuti masa orientasi di kelas observasi.
2. Anak duduk di meja paling depan, agar anak dapat berkonsentrasi denagn baik.
3. Bila anak sulit mengikuti seluruh kegiatan belajar, anak diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran yang diminati.
4. Dalam waktu istirahat anak dilatih untuk bersosialisai dengan bermain dengan teman-teman yang lain.
Anak Autis dalam silabus pembelajaran inklusif
1. Siswa autis dengan hambatan ringan yang tidak mengalami hambatan kecerdasan hanya akan mengalami modifikasi di beberapa komponen silabus.
2. Siswa autis dengan hambatan sedang dan disertai hambatan kecerdasan, umumnya membutuhkan modifikasi hampir pada semua komponen silabus.
3. Siswa autis dengan hambatan berat dan disertai hambatan kecerdasan, umumnya membutuhkan modifikasi pada semua komponen silabus.
• Tujuan pembelajaran, materi, proses, dan pelaksaaan evaluasi lepas dari kurikulum umum, dikarenakan tujuan pembelajaran, materi, proses dan pelaksanaan evaluasi disesuaikan dengan kemampuan siswa.

PENGERTIAN AUTIS

PENGERTIAN AUTIS
Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya penderita autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Menurut American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities (2001) Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial
PENYEBAB AUTIS
1. Kelainan pada lobus parietalis otaknya, sehingga cuek terhadap lingkungan
2. kelainan pada otak kecil dimana sel purkinye yang sangat sedikit sehingga terjadi gangguan keseimbangan serotonin dan dopamin
3. Gangguan daerah sistem limbik akibatnya gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi9 dalam Hippocompus ini bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat
4. Faktor genetika (kelainan kromosom)
5. Pemicu lain
a. Saat kehamilan trimester I mengalami keracunan obat, virus rubella, logam berat, pengawet, pewarna, jamu, pendarahan hebat, muntah-muntah hebat.
b. Proses kelahiran terlalu lama
c. Tumbuhnya jamur yang berlebihan di usus anak akibat pemakaian antibiotika yang berlebihan sehingga menyebabkan gangguan pencernaan kasein dan gluten.
DETEKSI DINI
Meskipun sulit namun tanda dan gejala autism sebenarnya sudah bisa diamati sejak dini bahkan sejak sebelum usia 6 bulan.
1. DETEKSI DINI SEJAK DALAM KANDUNGAN
Sampai sejauh ini dengan kemajuan tehnologi kesehatan di dunia masih juga belum mampu mendeteksi resiko autism sejak dalam kandungan. Terdapat beberapa pemeriksaan biomolekular pada janin bayi untuk mendeteksi autism sejak dini, namun pemeriksaan ini masih dalam batas kebutuhan untuk penelitian.
2. DETEKSI DINI SEJAK LAHIR HINGGA USIA 5 TAHUN
Autisma agak sulit di diagnosis pada usia bayi. Tetapi amatlah penting untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik. Beberapa pakar kesehatanpun meyakini bahwa merupahan hal yang utama bahwa semakin besar kemungkinan kemajuan dan perbaikan apabila kelainan pada anak ditemukan pada usia yang semakin muda Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia :
USIA 0 – 6 BULAN
• Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
• Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
• Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
• Tidak “babbling”
• Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
• Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
• Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
USIA 6 – 12 BULAN
• Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
• Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
• Gerakan tangan dan kaki berlebihan
• Sulit bila digendong
• Tidak “babbling”
• Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
• Tidak ditemukan senyum sosial
• Tidak ada kontak mata
• Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
USIA 6 – 12 BULAN
• Kaku bila digendong
• Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
• Tidak mengeluarkan kata
• Tidak tertarik pada boneka
• Memperhatikan tangannya sendiri
• Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
USIA 2 – 3 TAHUN
• Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
• Melihat orang sebagai “benda”
• Kontak mata terbatas
• Tertarik pada benda tertentu
• Kaku bila digendong
USIA 4 – 5 TAHUN
• Sering didapatkan ekolalia (membeo)
• Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
• Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
• Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
• Temperamen tantrum atau agresif
INTERVENSI DINI ANAK AUTIS USIA SEBELUM 1 TAHUN
Anak Autis sebelum usia 1 tahun mengalami hambatan dalam hal: Pemahaman visual, imitasi motorik, menirukan suara, menirukan menyentuh bagian tubuh, menemukan mainan, mengikuti jejak dengan mata, mengambil kembali benda yang jatuh, pengertian auditori, bertepuk tangan, mengikuti perintah lisan koordinasi visual dan motorik.
MATERI INTERVENSI DINI
1. Kontak mata
Dampak : Pemahaman visual
Tujuan : Interaksi dengan orang lain melalui kontak mata
Sasaran : Kontak mata dengan orang lain
Alat peraga: Mainan atau makanan yang disukai anak
Ada beberapa tehnik kontak mata::
1) Halangi pandangan anak dengan wajah terapis agar terjadi kontak mata sambil mengatakan ” lihat”. Dilakukan ketika anak duduk atau berbaring. Kemungkinan anak akan memalingkan wajah, karena itu wajah terapis akan bergerak kesana kemari untuk menghalangi pandangan mata anak dan mengadakan kontak mata secara terus menerus.
2) Bangkitkan kontak mata anak dengan memberikan perintah”lihat” bersamaan dengan menempatkan benda yang menarik perhatiannya setinggi mata terapis. Pilih benda yang disukai anak, yang menarik perhatian atau benda yang diinginkan. Ambillah dengan cepat dan tempatkan setinggi mata anak. Atau jika anak senang makan maka pilih makanan. Biasanya anak akan melihat benda sebelum ia diperintah ”lihat”.
3) Dudukkan anak dibangku berhadapan dan sama tinggi dengan terapis, kemudian kedua sisi kepala/pipi anak dipegang oleh kedua tangan terapis secara erat. Terapis memberi instruksi ”lihat” begitu anak melihat sekilas ke terapis pegangan segera dilepaskan. Anak akan belajar bahwa pegangan erat pada kepala /pipi yang tidak menyenangkan baginya akan hilang jika dia memandang terapis.
4) Fiksasikan kepala anak (tetap pada posisinya) kemudian wajah terapis bergerak kesana kemari sesuai arah pandangan anak, sambil berkata lihat” sehingga menghalangi pandangan mata anak, dengan tujuan terjadi kontak mata terus menerus antara anak dengan terapis.
5) Ucapkan instruksi ”lihat” setiap 5-10 detik. Berikan hadiah pada anak seperti makanan, minuman, mainan dan pujian jika ia memandang terapis paling tidak selama satu detik dan memandang dua detik setelah instruksi diberikan. Jika anak tidak memandang ke terapis dalam tempo dua detik setelah instruksi. Terapis menoleh ke arah lain sekitar 5 detik, kemudian ulangi lagi dengan memberikan pancingan menggunakan benda-benda tadi.
2. Menirukan “ Memukul”
Dampak : Imitasi motorik, aktifitas menggenggam, pemahaman visual
Tujuan : Belajar menirukan penggunaan barang
Sasaran : Menirukan pola pukulan dengan sendok
Alat peraga: 2 buah sendok dan panci
Prosedur :
a) Dudukkan anak dipangkuan anda menghadap meja dan tarik perhatiannya dengan melambaikan sendok di adapan pandangannya.
b) Pukulkan sendok ditangan anda ke meja dengan pukulan berirama
c) Lakukan prompt penuh pada anak dengan tangan anda yang lain untuk menirukan gerakan tangan anda yang pertama dengan irama yang sama
d) Lambat laun kurangi prompt sambil melihat apakah anak mampu meneruskan aktifitas tersebut tanpa bantuan anda
e) Bila dia dapat melakukan tanpa prompt pindahkan contoh anda dengan memukul panic
f) Lakukakan prompt bila anak belum mampu melakukan
g) Lakukan terus menerus sampai anak mahir memukul meja dan panic secara bergantian
3. Memberikan contoh suara untuk ditirukan
Dampak : Menirukan suara (vokalisasi), reseptif, kognitif verbal, pengaruh timbale balik social dan individual
Tujuan : Untuk mendorong kemampuan menirukan suara
Sasaran : Untuk memberikan pengucapan bunyi yang cukup tepat yang berhubungan dengan aktivitas fisik sehari-hari
Alat peraga : Tak ada Prosedur
a) Duduklah di kursi dengan anak di pangkuan anda
b) Lambungkan dia di lutut anda 4 kali, sambil berkata bum, bum, bum, bum.
c) Lalu ayunkan dia ke bawah (kearah lantai)dan sesudah itu ayunkan dia ke atas, sambil berkata hiii”.
d) Setelah berkali –kali melakukan langkah awal ini, hentikan sebentar saat mengayun dia ke bawah. Perhatikan apa dia mengucapkan bunyi yang mirip “hiii”.
e) Kalau ya, ayun lagi kearah lantai, biarkan anak tahu dia harus mengucapkan bunyi itu sesudah anda mengucapkan bunyi itu lebih dahulu, dan kemudian sentuh bibirnya
f) Jika dia tidak memberikan respon seketika itu juga, ulangi aktifitas itu dari depan
g) Teruskanlah aktifitas itu dengan memberikan prompt dengan menyentuh bibir dan anda mengucapkan “hiii”
4. Menirukan perbuatan untuk menghasilkan suara
Dampak : Peniruan suara, peniruan gerak, kognitif verbal
Tujuan : Untuk mendorong kemampuan menirukan suaria dan meningkatkan perbuatan visual terhadap perbuatan dengan orang lain
Sasaran : Untuk menirukan bunyi yang terdiri dari suku kata yang dilakukan dengan aktifitas fisik yang sederhana.
Alat peraga : Tak ada
Prosedur :
a) Pilihlah salah satu aktivitas berikut ini
@ Meletakkan jari di bibir dan katakana “syyyy”
@ Menepuk mulut dengan lembut sambil mengeluarkan suara “ waaaaaa”
@ Menekan jari-jari ke bibir seperti orang mencium
@ Buatlah bunyi seperti letupan dengan menjentikkan sebuah jari pada pipi
b) Peragakan aktivitas tersebut dan lakukan prompt pada anak untuk menirukannya
c) Lambat laun kurangi prompt yang diberikan
d) Ulangi aktivitas sebelum beralih ke aktivitas yang lain
5. Menirukan menyentuh bagian-bagian tubuh
Dampak : Pemahaman visual, perpaduan mata dan tangan
Tujuan : Belajar mengamati orang dan menirukan perbuatan mereka
Sasaran : Menirukan menyentuh bagian tubuh
Alat peraga: Tak ada
Prosedur :
a) Duduklah berhadapan dengan anak menghadap meja
b) Tarik perhatian sehingga mau melakukan kontak mata
c) Katakan pegang hidung dengan memberikan contoh (model)
d) Jika tak ada respon, lakukan prompt penuh dan berikan imbalan
e) Ulangi berkali-kali sampai anak mampu melakukan sendiri
f) Kondisikan belajar sambil bermain agar anak selalu dalam kondisi senang
6. Mengikuti jejak dengan mata
Dampak : Pengertian visual, latihan menyambar
Tujuan : Untuk meningkatkan perhatian visual
Sasaran : Untuk memperhatikan tangan seseorang supaya mengetahui meletakkan tempat suatu benda
Alat peraga: 3 mangkok atau baki kecil, makanan kecil untuk imbalan
Prosedur :
a) Duduklah saling berhadapan menghadap meja
b) Letakkan 3 mangkok diatas meja
c) Angkat snack dan lambaikan di bidang pandangannya, sambil katakana lihat….(panggil namanya)
d) Bila anak melihat snack itu segera letakkan pada salah satu mangkok. Katakan ambil…sa mbil menunjuk snack.
e) Jika anak tidak merespon lakukan prompt penuh
f) Ulangi kegiatan ini, sampai anak memperhatikan tangan anda menaruh snack itu dan kemudian mengambilnya sendiri
7. Berjaga-jaga terhadap bunyi yang dikenal
Dampak : Pengertian auditori (pengertian) aktifitas kognitif
Tujuan : Untuk waspada terhadap bunyi yang sudah dikenal dan mengenal ini sebagai komunikasi yang member tahukan suatu [peristiwa yang akan terjadi
Sasaran : Menghentikan aktifitas bila ada bel berbunyi, melihat kea rah sumber bunyi dan kemudian bergerak kearah anda
Alat peraga: Bel atau lonceng yang sangat keras bunyinya
Prosedur :
a) Cari aktifitas yang sangat disukai anak misalnya mandi
b) Sebelum melakukan mandi bunyikan bel dengan keras dari belakangnya
c) Segera setelah dia menoleh , peganglah tangannya dan katakana mandi dengan ceria
d) Jika anak tidak merespon bunyi bel, pindahkan bel ke sebelah anak sehingga dia melihatnya, tetapi jangan biarkan dia melihat saat anda menggoyong bel itu
e) Lakukan terus aktivitas ini sampai anak terbiasa
f) Bila sudah biasa , secara berangsur-angsur jauhkan jarak bel dari anak
8. Duduk tanpa bantuan,
Dampak : Gerakan tak sempurna pada tubuh, interaksi individual,
Tujuan : Untuk dapat duduk tanpa bantuan
Sasaran : Untuk menggoyang-goyangkan badan kesamping dan duduk tegak dengan memakai kedua lengan
Alat peraga: tak ada
Prosedur :
a) Apabila anda akan mengajak anak bermain, pindahkan dia ke tempat yang ada matrasnya
b) Latihlah kebiasaan duduk , dengan meletakkan lengan kanan di sebelahnya. Lalu peganglah lengan kirinya diatas siku dan secara halus tegakkan dia dengan sikap miring agar berat badannya ajtuh pada siku dan lengan kanannya.
c) Jika anak terus menegakkan tubuhnya, bantulah dia mengangkat siku kanannya, sehingga dia akan mendorong dirinya sendiri untuk tegak dengan telapak tangannya dilantai
d) Bila dia sudah biasa , sedikit demi sedikit kurangi bantuan dengan menarik. Biarkan dia untuk mendorong sendiri untuk menegakkan tubuhnya
e) Akhirnya pegang saja tangan kirinya untuk menjaga keseimbangan pada waktu dia menyelesaikan gerakan itu.
f) Jika anda terus melakukan kebiasaan ini, setiap kali anda akan mengangkat anak , dia akan belajar dan memulai mengantisipasi gerakan-gerakan itu.
PERKEMBANGAN PERILAKU ANAK NORMAL
USIA KEMAMPUAN MOTORIK KEMAMPUAN WICARA
Lahir Fiksasi pandangan Bereaksi terhadap suara
5 Minggu Tersenyum sosial
2 bulan Mengikuti benda di garis tengah
3 bulan Telapak tangan terbuka Guuu, guuu
4 bulan Menyatukan kedua tangan Orientasi terhadapsuara Aguuu- aguuu (Mengoceh)
5 bulan Mengetahui adanya benda kecil Memindahkan benda antara 2tangan Menoleh kepada suara belfase I Mengoceh
6 bulan Meraih unilateral Mengoceh Da-da-dada (menggumam)
7 bulan Memeriksa benda Menoleh kepada suara belfase II
8 bulan Memeriksa benda Mengerti perintah “tidak boleh”
Da-da da (tanpa arti)
Ma-ma-maa (tanpa arti)
9 bulan Melemparkan benda Dada
Menoleh kepada suara belfase III
10 bulan Membuka penutupmainan
11 bulan Meletakkan kubus dibawah gelas Mengerti perintah ditambah mimi Mama dan kata pertama selain mama
12 bulan Melepaskan benda dengan sengaja Mencoret
Memasukkan biji dalam botol
Minum dari gelas sendiri
Menggunakan sendok
Kata kedua
13 bulan Kata ketiga
14 bulan Melepaskan biji dengan meniru Mengerti perintah tanpa mimik
15 bulan Meniru membuat garis
Menyusun 2 kubus 4-6 kata
16 bulan Melepaskan biji spontan
Menyusun 3 kubus
17 bulan Menunjuk bagian badan yang
Disebutkan 7-20 kata
18 bulan Membuat garis secara spontan
21 bulan Kalimat pendek 2 kata
24 bulan Kereta api dengan 4 kubus
Membuka baju sendiri 50 kata
Kalimat terdiri dari 2 kata
25-27 bulan Membuat garis datar & tegak
30 bulan Kereta apai dengan cerobong asap
Meniru membuat lingkaran
3 tahun Membuat lingkaran spontan
Membuat jembatan dari 3 kubus
Membuka kancing 250 kata
Kalimat terdiri dari 3 kata
4 tahun Membuat pintu gerbang dari 5 kubus
Memasang kancing Kalimat terdiri dari 4-5 kata
Bercerita
Menanyakan arti suatu kata
Menghitung sampai 20
5 tahun Mengikatkan tali sepatu
6 tahun Membuat tangga & dinding dari
Beberapa kubus tanpa contoh
INTERVENSI DINI ANAK AUTIS
Disampaikan dalam work shob penanganan dini anak autis
Di Palangkaraya Kalimantan Tengah
3-4 Nopember 2010
Di Susun Oleh:
Drs. H.Hamsi Mansur, M.M.Pd
Imam Yuwono, M.Pd